Judi dan Bahaya dalam Pandangan Islam

Judi dan Bahaya dalam Pandangan Islam

Kata al-maisir (judi) berasal dari kata al-yusr (kemudahan) seperti kami jelaskan sebelumnya. Bisa pula ia berasal dari ungkapan yassartusy-ryai’a (aku membagi sesuatu). Ia dipakai untuk menyebut unta/kambing sembelihan sebab hewan inilah yang dibagi.

Maisir yang disebutkan dan diharamkan Allah adalah dengan mengundi bagian-bagian he- wan sembelihan itu.

Setelah itu kata ini dipakai sebagai sebutan bagi dadu dan segala sesuatu yang mengandung unsur perjudian.

Cara judi di kalangan bangsa Arab, sebagaimana telah kami jelaskan, begini: Mereka punya sepuluh batang panah yang disebut al-azlaam atau al-aqlaam, dan nama-namanya adalah al-fadzdz, at-tau’am, ar-raqiib, al-hils, al-musbal, al-mu’alla, an-naafis, al-maniih, as-safiih, dan al-waghd.

Tujuh yang pertama masing-masingnya punya bagian tertentu dari unta yang mereka sembelih dan mereka bagi-bagi, 10 bagian atau 28 bagian, sedangkan tiga batang yang terakhir tidak ada bagiannya.

Mereka biasanya memberi satu bagian untuk al-fadzdz, dua bagian untuk at-tau’am, dua bagian untuk ar-raqiib, empat bagian untuk al-hils, lima bagian untuk an-naafis, enam bagian untuk al-musbal tujuh bagian untuk al-mu’alla, dan inilah yang mendapat bagian tertinggi.

Mereka meletakkan panah-panah ini di dalam ar-rabaabah, yaitu kantung yang dipegang oleh seorang yang adil.

Dia mengocok kantung itu Ialu memasukkan tangannya dan mengeluarkan satu batang dengan nama satu orang. Lalu mengeluarkan satu batang lagi dengan nama orang lain, dan seterusnya. 

Barangsiapa mendapatkan satu batang yang punya bagian, maka ia berhak mengambil bagian yang tercantum di situ. Barangsiapa mendapatkan satu batang yang tidak ada bagiannya, maka ia tidak mendapat apa-apa, dan dialah yang menanggung harga unta sembelihan itu seluruhnya.

Mereka biasanya memberikan bagian-bagian itu kepada fakir miskin sedangkan mereka sendiri tidak memakannya sedikit pun. Mereka menjadikan itu sebagai kebanggaan.

Mereka mencela orang-orang yang tidak ikut tradisi itu, yang mereka sebut al-barm (artinya: si bangsat, orang tercela), sebagaimana telah kami terangkan sebelumnya.

Jadi, itu banyak dampak negatifnya, antara lain: menciptakan permusuhan dan menghalangi orang untuk ingat Allah (sama dengan arak), sebagaimana dinyatakan Al- Qur’an.

Dampak negatifnya yang lain adalah merusak pendidikan (karena ia membiasakan orang untuk malas dan menunggu rezeki dari sarana-sarana yang fiktif).

Judi juga dapat melemahkan akal (dengan meninggalkan pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat dalam cara-cara alami untuk mendapatkan rezeki), dan para pejudi menelantarkan pertanian, industri, dan perdagangan yang merupakan pilar-pilar peradaban).

Dampak lainnya dari judi, yang paling terkenal, adalah membuat pejudi bangkrut dan merusak rumah tangga secara tiba-tiba, dengan perubahan mendadak dari kaya menjadi miskin.

Betapa banyak kekayaan yang dibuang percuma dalam satu malam, sehingga pejudi menjadi melarat. (Abdul Hayyie al Kattani, dkk, Terjemah Tafsir Al-Munir 1)