Hadis Budak Menjadi Imam dan Penjelasannya

Daftar Isi
Hadis Budak Menjadi Imam

Hadis Budak Menjadi Imam dan Penjelasannya. Dari Anas r.a, dari Nabi Saw, beliau bersabda:

عن أنس بن مالك: اسْÙ…َعُوا وأَØ·ِيعُوا وإنِ اسْتُعْÙ…ِÙ„َ Ø­َبَØ´ِÙŠٌّ Ùƒَأنّ رَØ£ْسَÙ‡ُ زَبِيبَØ©ٌ. (صحيح البخاري)

Artinya: “Dengarkan dan taatilah meskipun yang memimpin kalian adalah seorang Etiopia yang kepalanya seperti anggur (kecil kepalanya).” (HR. Imam Al Bukhari) 

Penjelasan Hadis

Berkenaan dengan dijadikannya seorang budak sebagai imam, Rasulullah Saw bersabda:

“Mereka shalat untuk kalian, jika benar, maka (pahalanya) bagi kalian dan juga mereka. Dan jika mereka salah, maka (dosanya) hanya untuk mereka.”

Dengan demikian, orang merdeka boleh berimam kepada budak, dan orang baligh kepada orang yang belum baligh. Namun demikian, orang laki-laki tidak boleh menjadikan orang perempuan sebagai imam.

Jika jamaah mengerjakan shalat di suatu masjid hingga ada beberapa jamaah yang shalat di luar masjid, maka yang demikian itu tetap dibolehkan selama jamaah itu mengetahui shalat imam.

Dalam bab imamatul maftun wal mubtadi’ (Imamah orang sesat dan orang yang melakukan bid’ah), Imam Al-Bukhari meriwayatkan, Al-Hasan berkata:

“Dosa bid’ahnya itu ditanggung oleh dirinya sendiri.”

Al-Karmani berkata:

“Menurut bahasa, kata bid’ah berarti segala sesuatu yang dikerjakan tidak sesuai dengan contoh yang ada. Sedangkan rnenurut istilah syariat, bid’ah berarti mengadakan suatu amalan yang baru yang tidak pernah ada pada masa Rasulullah Saw.”

Abdullah bin Adi bin Khiyar pernah datang menemui Utsman bin Affan r.a ketika ia dikepung, lalu ia berkata kepada Utsman:

“Engkau adalah pemimpin seluruh kaum muslimin dan engkau telah melihat apa yang menimpamu, Kita shalat diimami oleh seorang imam penyebar fitnah, dan kami takut berdosa jika mengikutinya.”

Utsman berkata, “Shalat adalah amal terbaik dari segala macam amal. Karenanya, jika orang-orang berbuat baik, maka berbuat baiklah bersama mereka. Dan jika mereka berbuat jahat, maka jauhilah kejahatan mereka.”

Az-Zuhri berkata, “Kami tidak membolehkan shalat di belakang (menjadi makmum) orang banci kecuali dalam keadaan terpaksa yang tidak bisa tidak.”

Kata mahshur berarti ditahan dari mengerjakan berbagai hal. Sedangkan kata nataharraj berarti berbuat dosa.

Orang banci itu suka bertingkah dan berbuat yang menyerupai perempuan dan tidak jarang menimbulkan fitnah, Sama seperti imam penyebar fitnah dan pelaku fitnah yang sering menimbulkan fitnah.

Karena mereka semua itu satu, yakni pemicu fitnah, maka hukum yang berlaku bagi mereka pun sama, dan imamah (berimam shalat) dengan mereka dimakruhkan kecuali dalam keadaaa benar-benar terpaksa. (M. Abdul Ghoffar, Terjemah Jawahir Al Bukhari)