Hak-Hak Suami Istri dalam Islam Berdasarkan Al-Qur’an

Daftar Isi

Hak-hak Suami Istri dalam Islam Berdasarkan Al-Qur’an

Ayat “وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۖ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ” (QS. Al-Baqarah: 228) bermakna bahwa Pernikahan dalam Islam bukanlah akad perbudakan dan penyerahan kepemilikan, melainkan akad yang mengakibatkan timbulnya hak-hak bersama yang setara sesuai dengan maslahat umum bagi suami dan istri.

Jadi, akad pernikahan itu menimbulkan hak-hak bagi istri atas suami, begitu pula sebaliknya. 

Ungkapan yang ringkas dalam ayat ini mengandung juga hukum berikut.

Pertama: Wanita mendapatkan hak-hak pernikahan yang harus dilaksanakan oleh suami, setara dengan hak-hak yang didapatkan suami yang harus ditunaikan oleh istri, misalnya pergaulan yang baih tidak menyengsarakan, bertakwa kepada Allah menyangkut kepentingan pasangan, istri patuh kepada suami, dan masing-masing berhias diri bagi pasangannya.

Sayyidina Ibnu Abbas berkata, “Sungguh aku berdandan bagi istriku sebagaimana ia pun berdandan bagiku.”

Dandanan lelaki berupa penampilan yang layak dan kebersihan, perawakan dan pakaian yang bagus, wewangian, serta hal-hal lain yang sesuai dengan keadaan bagi usia muda dan tua.

Ada riwayat bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda: 

أمرني ربي أن أعفي لحيتي وأحفي شاربي

Artinya: “Tuhan menyuruhku memanjangkan jenggotku dan mencukur kumisku.

Kedua: Masing-masing memuaskan pasangannya sesuai kebutuhan agar tidak sampai melirik orang lain dan mencari kesempatan yang pas.

Hendaknya masing-masing berobat apabila merasa dirinya tidak mampu menunaikan hak pasangannya.

Ketiga: Laki-laki punya kedudukan lebih atas wanita yaitu kepemimpinan dan pengaturan urusan keluarga. Allah Ta’ala berfirman:

Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka laki-laki) atas sebagian yanglain (perempuan), dan karena mereka laki-laki telah memberikan nafkah dari hartanya...” (QS. an-Nisaa’: 34)

Artinya, ada dua faktor yang membuat laki-laki lebih tinggi derajatnya dan mendapat derajat pemimpin:

1. Ia diciptakan Allah dengan diberi kelebihan pengalaman, keseimbangan mental, dan akal; serta dipersiapkan untuk memikul beban, berjuang dan bekerja

2. Ia diharuskan memberi nafkah kepada istri: membayar mahar dan mencukupi kebutuhan hidupnya (sandang pangan, papan, pengobatan, dan sebagainya)

Sebenarnya derajat pemimpin ini, sebagaimana telah jelas dari uraian di atas, merupakan tanggungan dan beban bagi lelaki, yang lebih banyak daripada beban wanita.

Oleh karena itu, hak suami atas istri lebih besar daripada hak istri atas suaminya. Karena itulah Nabi Saw pernah bersabda:

لو أمرت أحدا بالسجود لأحد لأمرت المرأة أن تسجد لزوجها

Artinya: “Seandainya kusuruh seseorang bersujud kepada sesama manusia, tentu kusuruh wanita bersujud kepada suaminya.

Ibnu Abbas pernah berkata, “Derajat ini merupakan isyarat bahwa laki-laki diimbau agar memperlakukan istrinya dengan baik dan berlaku lapang kepadanya dalam urusan harta dan sikap.”

Artinya, orang yang punya derajat keutamaan tinggi sepatutnya sabar menghadapi kesalahan-kesalahan orang lain dan menahan emosi pada saat mengatasi problem atau krisis yang melanda. Ibnu Athiyyah berkata, “Ini adalah perkataan yang sangat bagus.”

Kesimpulannya: Pernikahan merupakan ikatan bersama antara dua orang, dan masing-masing pihak harus menunaikan hak-hak pasangannya dan melaksanakan kewajibannya dengan baik. 

Disebutkan dalam Shahih Muslim dari Jabir bahwa Rasulullah Saw bersabda pada waktu Haji Wada’:

فاتقوا الله فى النساء فإنكم أخذتموهن بأمانة الله واستحللتم فروجهن بكلمة الله ولكم عليهن أن لا يطئن فرشكم أحدا تكرهونه فإن فعلن ذلك فاضربوهن ضربا غير مبرح ولهن رزقهن وكسوتهن بالمعروف

Artinya: “Bertakwalah kepada Allah dalam memperlakukan wanita. Sungguh kalian telah mengambil mereka dengan amanah Allah dan menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimah Allah. Kalian Punya hak atas mereka, yaitu mereka tidak boleh mengizinkan orang yang kalian benci menginjakkan kaki di rumah kalian, dan jika mereka melakulannya, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai; sementara mereka pun berhak mendapat nafkah dan pakaian secara layak.

Bahz bin Hakim meriwayatkan dari Mu’awiyah bin Haidah al-Qusyairi, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa ia pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, apa hak istri?” Beliau Saw bersabda:

أن تطعمها إذا طعمت وتكسوها إذا اكتسيت أواكتسيت ولا تضرب الوجه ولا تقبح ولا تهجر إلا فى البيت

Artinya: “Memberinya makan bila kamu makan, memberinya pakaian bila kamu berpakaian, dan jangan memukul wajah, jangan memaki, dan jangan pisah darinya kecuali di dalam rumah saja (hanya pisah ranjang).

Adapun derajat laki-laki adalah dalam hal keutamaan akhlak fisik nafkah, pelaksanaan apa yang menjadi kemaslahatan keluarga, dan keutamaan di dunia dan akhirat. (Abdul Hayyie al Kattani, dkk, Terjemah Tafsir Al-Munir 1)