Isi Kandungan Fiqih dalam Surah Al-Baqarah ayat 6-7

Daftar Isi

 

Isi Kandungan Fiqih dalam Surah Al-Baqarah ayat 6-7

Dalam kedua ayat Al-Baqarah 6-7 ini terkandung hiburan kepada Rasulullah Saw karena duka beliau lantaran didustakan oleh kaumnya. Jadi, Beliau Saw tidak perlu menyesal bagi mereka.

Tidak perlu terlalu berharap akan Iman mereka, serta tiada celaan atas diri beliau gara-gara tidak berimannya mereka.

Makna “hati dikunci mati” adalah mereka tidak mengerti kebenaran. Sedangkan arti “pendengaran dan penglihatan ditutup” adalah mereka tidak memahami Al-Qur’an apabila dibacakan kepada mereka.

Bisa juga diartikan mereka tidak memandang/memperhatikan makhluk-makhluk Allah, atau artinya mereka diseru untuk mengesakan Allah, tetapi mereka tidak mau beriman.

Semua itu disebabkan mereka kafir dan ingkar, bukan disebabkan adanya suatu cela dalam Al-Qur’an atau kelalaian Nabi Muhammad atau seseorang sesudah beliau berusaha memberi dalam menyampaikan hidayah kepada mereka.

Jadi, merekalah sendiri yang menyebabkan semua itu; mereka tidak mau mempergunakan sarana-sarana pengetahuan yang sehat untuk meyakini kebenaran dan mengamalkannya.

Jadi, ungkapan “mengunci mati hati, pendengaran, dan penglihatan”, menunjukkan betapa kuatnya kekafiran tertanam dalam hati mereka.

Karena kekafiran tersebut sampai-sampai mereka kehilangan faktor-faktor dan sarana-sarana yang dapat membimbing mereka untuk memandang dan memikirkan dalil-dalil serta keindahan-keindahan iman.

Dengan begitu mereka berada dalam keadaan atau kebiasaan yang akrab dengan pengingkaran dan pembangkangan.

Penguncian hati, pendengaran, dan penglihatan mereka dinisbatkan kepada Allah Ta’ala karena untuk mengingatkan tentang sunnatullah yang berlaku pada orang-orang yang serupa dengan mereka.

Penisbatan hal ini kepada Allah bukan berarti bahwa mereka dipaksa (oleh Allah) untuk kafir; juga tidak berarti bahwa Allah sengaja menghalangi mereka untuk beriman.

Itu tidak lain sekadar perumpamaan tentang sunnatullah Ta’ala dalam hal pengaruh kekafiran dan dampak-nya dalam hati mereka, bahwa kekafiran itu sampai menguasai hati mereka sedemikian rupa sampai hati mereka tidak lagi memiliki kesiapan untuk selain kekafiran tersebut.

Perbuatan Allah itu terhitung adil dalam diri orang yang diabaikan-Nya dan dibiarkan-Nya terus-menerus berada dalam kesesatannya, sebab Allah tidak menghalanginya memperoleh suatu hak yang semestinya menjadi miliknya, sehingga hilang sifat keadilan.

Melainkan Allah hanya menghalangi mereka mendapatkan sesuatu yang dapat dianugerahkan-Nya kepada mereka, bukan suatu hak yang harus diberikan-Nya kepada mereka.

Hal ini dijelaskan dua ayat lain:

“Dan mereka berkata: ‘Hati kami tertutup’. Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman.” (QS. al-Baqarah: 88)

“Tetapi kebanyakan mereka berpailing, tidak mau mendengarkan. Mereka berkata: ‘Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding’.” (QS. Fushshilat: 4-5)

Jadi, meski bersikap takabur dan menentang, mereka tetap tidak keluar dari kekuasaan Allah.

Allah Swt adalah pencipta segala sesuatu, termasuk petunjuk/hidayah dan kesesatan, kekafiran dan keimanan, dan manusia sendirilah yang memilih salah satu dari dua jalan itu. (Abdul Hayyie al Kattani, dkk, Terjemah Tafsir Al-Munir 1)