Sejarah Perang Fujjar, Peperangan Sebelum Islam

Daftar Isi

Perang Fujjar atau Fijar merupakan peperangan pra-Islam yang terjadi di mana Kabilah Quraisy dan Kinanah melawan Kabilah Qais. Peperangan ini terjadi saat Nabi Muhammad Saw berusia 20 tahun.

Dinamakan dengan Perang Fujjar yang bermakna ‘keji/kotor’, karena peperangan dasyat nan menakutkan bagi Bangsa Arab ini telah banyak menodai kesucian Kota Makkah, padahal Makkah merupakan kota suci bagi mereka semua.

Penyebab terjadinya Peperangan Fujjar

Asal muasal penyebab terjadinya Perang Fujjar ini adalah di mana pada satu ketika An-Nu’man bin Mundzir, seorang raja Orang Arab dari Negeri Hairah (Satu daerah yang berada di sebelah  barat Sungai Efrat), ia mempunyai barang dagangan yang biasa dikirimkannya untuk didagangkan di Pasar Ukazh setiap tahun.

Dalam pengiriman barang dagangannya tersebut, Raja An-Nu’man selalu memerintahkan agar barangnya dikawal oleh seoarang pengawal yang kuat serta dihormati dalam kaumnya. Tujuannya ialah agar ia dapat mengantarkan barang dagangan tersebut ke Ukazh dengan aman.

Nah, pada suatu waktu An-Nu’man duduk-duduk dengan seorang laki-laki yang masyhur beraninya, yaitu Al-Barradh bin Qais al-Kinani. Namun, Al-Barradh ini sudah dikeluarkan dari kaumnya karena telah melakukan banyak kejahatan. Dalam majelis itu hadir juga seorang pengembara, Urwah bin Atabah.

An-Nu’man mulai berbicara, “Siapa yang dapat mengirimkan barang daganganku kali ini ke  Ukazh?”. AI-Barradh menjawab, “Biarkan aku yang mengirimkannya hingga ke Bani Kinanah.” An-Nu’man melanjutkan, “Sebenarnya saya cuma menginginkan satu orang yang mampu mengirimkan barang daganganku ke orang.”

Seketika Urwah yang juga berada di sana menyahutnya, “Semoga engkau dihindari dari segala hal kehinaan, apakah engkau sudi membiarkan seekor anjing yang sudah dikeluarkan ini   mengirimkan barang daganganmu? Biarlah saya saja yang mengirimkannya ke semua Syekh  kabilah dan masyarakat Qaishum, yaitu warga daerah Najd dan Tihamah.”

Kemudian Al-Barradh memastikan, “Apakah kamu juga bisa mengirimkannya hingga ke Kabilah Kinanah, wahai Urwah?” Urwah menjawab, “Saya akan mengirimkannya kepada semua  orang.”

Merasa tersinggung dan sakit hati atas jawaban itu, Al-Barradh diam-diam menunggu waktu yang tepat dan berencana membunuh Urwah. Sehingga saat Urwah pergi mengirimkan barang dagangan An-Nu’man, di tengah perjalanan Al-Barradh datang menghalang Atabah dan membunuhnya.

Setelah kejadian itu, Al-Barradh menceritakan kepada kaumnya (Kabilah Kinanah) apa yang sudah ia lakukan kepada Urwah. Ia lalu memberi peringatan kepada kaumnya agar berhati-hati atas pembalasan kaum Urwah, yaitu kabilah Qais.

Jalannya peperangan

Mendengar berita pembunahan Urwah, Kabilah Qais seketika langsung mengumpul kekuatan untuk menuntut balas atas kematian Urwah. Kabilah Qais bertemu dengan kabilah Quraisy dan kabilah Kinanah di Nakhlah (satu daerah yang terletak di antara Makkah dan Thaif.), dan peperangan pun tak dapat dielakkan lagi.

Peperangan berjalan dengan begitu sengit serta orang-orang Qais terlihat begitu nekad dan berani. Karena itu mengharuskan orang-orang Quraisy berlindung di wilayah haram (Kota Makkah), dan saat itu Nabi Muhmmad Saw yang masih remaja ada bersama Kabilah Quraisy.

Setelah peperangan perdana itu, orang-orang Qais berkata kepada musuh-musuhnya, “Sesungguhnya kami tidak akan membiarkan pembunuhan Urwah begitu saja, maka peperangan selanjutnya adalah tahun depan di Ukazh.”

Kemudian, orang-orang Qais pun kembali ke daerah mereka sambil mengobarkan semangat orang-orang mereka.

Setahun sejak kepulangan mereka dari peperangan pertama di Nakhlah, kabilah Qais kembali mengumpulkan semua kekuatannya. Mereka juga mendapat bantuan dari orang-orang Tsaqif dan kabilah-kabilah lain.

Di sisi lain, kabilah Quraisy juga menghimpun kekuatannnya kembali yang terdiri dari kabilah Kinanah dan juga didukung oleh orang-orang Habsyah. Pemimpin Bani Hasyim kala itu adalah Zubair bin Abdul Mutthalib juga dibantu oleh raudara-saudaranya, yaitu Abu Thalib, Hamzah, Abbas, dan keponakan mereka, yaitu Nabiyyuna Muhammad Saw.

Sementara kepemimpinan Bani Umayyah dipegang oleh Harb bin Umayyah, beliau juga menjabat sebagai panglima tertinggi semua orang Quraisy. Beliau mendapat posisi ini dikarenakan kedudukannya yang dihormati di kalangan orang-orang Quraisy, juga karena mengingat usianya yang paling senior.

Begitulah dalam setiap kelompok-kelompok dalam kabilah Quraisy memiliki pimpinannya masing-masing. Kemudian mereka pun semua berangkat menuju ke medan peperangan yang telah dijanjikan, yaitu Ukazh.

Kemudian sampainya di sana, peperangan pun pecah hingga menjadi perang yang sangat sengit dan menakutkan bagi orang-orang Arab kala itu. Kota Makkah yang suci menjadi ternodai dari dampak peperangan ini, padahal kota Makkah merupakan kota suci bagi mereka semua. 

Perdamaian

Peperangan yang terus berkecamuk membuat Kabilah Qais terpukul mundur dan hampir mendapatkan kekalahan. Namun, seketika bangun juru penengah yang mengajak pihak-pihak  yang berperang agar berdamai. 

Atas dasar perdamaian ini dirumuskan bahwa siapa yang mendapatkan pihaknya lebih banyak yang gugur, ia diperkenankan mengambil diat atas pihak lawan.

Lalu, kedua belah pihak saling menghitung orang-orang yang telah gugur. Setelah selesai perhitungan diperoleh bahwa ternyata orang yang banyak gugur berasal dari kabilah Qais.

Akhirnya Kabilah Qaislah yangb berhak mengambil diat dari kabilah Quraisy dan Kinanah. Sebagai pemimpin pasukan, Harb bin Umayyah berjanji akan membayar diat tersebut, dan sebagai bentuk jaminan beliau menajdikan anakanya Abu Sufyan sebagai sandera untuk mereka.

Demikianlah akhir dari Perang Fujjar yang berakhir damai. Peperangan seperti ini biasa terjadi di kalangan Orang Arab, yang kadang sebabnya hanya karena masalah-masalah kecil saja.

Namun, setelah Islam datang yang ditandai dengan Nabi Muhammad Saw diangkat menjadi Rasul, akhirnya Allah mempersatukan hati-hati mereka dan menghapus gelapnya kesesatan ini dengan menyebarnya cahaya keislaman di tengah-tengah mereka.