Jangan Salah Orang, Ini 8 Golongan yang Boleh Menerima Zakat dan Syaratnya
8 Golongan yang Boleh Menerima Zakat. (Ilustrasi - freepik.com) |
اسم لمال مخصوص يؤخذ من مال مخصوص على وجه
مخصوص يصرف لطائفة مخصوصة
Satu nama bagi harta tertentu yang diambil dari harta tertentu dengan cara tertentu, dan diberikan kepada golongan tertentu pula.
Walaupun nanti ada pengertian-pengertian zakat yang bermacam-macam, baik secara bahasa dan istilah, tetapi di sini kita hanya berfokus pada orang yang berhak menerima zakat. Secara ilmu fiqih, orang yang berhak menerima zakat disebut mustahik zakat.
Begitu pula pada fitrah, orang yang berhak menerima zakat fitrah disebut juga dengan mustahik. Jadi, intinya, baik pada zakat harta atau fitrah, yang berhak menerimanya disebut mustahik zakat.
Dalam pengertian zakat di atas, secara terang disebutkan bahwa zakat harus diberikan kepada golongan atau kelompok-kelompok tertentu. Artinya tidak semua jenis kalangan manusia boleh menerima harta zakat.
Oleh karena itu syara’ (agama) hanya membolehkan zakat diberikan kepada orang-orang tertentu guna tercapai maksud dan tujuan dari kewajiban tersebut.
Oleh karena itu, sebagaimana yang telah kita maklumi bahwa yang berhak menerima zakat ada 8 golongan. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt di dalam Surat At-Taubah ayat 60, yang berbunyi:
اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ
وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى
الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ
فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
Artinya: Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. (QS. At-Taubah: 60)
Jangan Salah Orang, Ini 8 Golongan Penerima Zakat dan Syaratnya
Untuk lebih jelasnya berikut 8 golongan penerima zakat dan syarat-syaratnya beserta penjelasannya yang telah penulis kutip dari Kitab Kasyif al-Saja syarh Safinat al-Naja karangan Syeikh Nawawi Al-Bantani.
Golongan-golongan yang berhak menerima Zakat
8 golongan yang berhak menerima zakat atau yang dikenal dengan 8 asnaf penerima zakat, yaitu sebagai berikut:
1. Fakir
Pengertian Fakir sebagaimana yang telah disebutkan di dalam Kitab Kasyif al-Saja orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan halal sama sekali. Maksud dengan pekerjaan di sini adalah pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Dalam pengertian yang lain, Syeikh Nawawi Al-Bantani juga mengartikan fakir berupa:
له مال فقط حلال لا يسد من جوعته مسدا من كفاية
العمر الغالب
Orang yang memiliki harta halal saja, tetapi hartanya tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan seumur hidup.
Ukuran seumur hidup menurut pendapat mu’tamad (kuat) adalah 60 tahun. Inilah rentang umur umumnya umat Nabi Muhammad Saw. Akan tetapi, yang dimaksud ‘kecukupan’ adalah kebutuhan sisa hidup dari 60 tahun. Dalam pengertian ini, fakir memiliki harta tetapi tidak mencapai setengah dari kebutuhannya perhari.
Misalnya seseorang membutuhkan biaya hidup sehari Rp. 20.000,-, yang dia peroleh hanya berkisar Rp. 1.000 – 9.000,-, yaitu tidak mencapai dari setengah kebutuhannya (Rp. 10.000). Maka orang yang seperti ini yang disebut dengan fakir.
2. Miskin
Berbeda dengan fakir, miskin adalah orang yang memiliki harta atau pekerjaan, tetapi harta atau hasil pekerjaannya tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Harta yang dimilikinya melebihi dari setengah kebutuhan yang diperlukan, tetapi tidak cukup.
Misalnya, seseorang membutuhkan biaya hidup Rp. 20.000,- /hari, yang dia peroleh hanya Rp. 11.000 – 19.000,-, yaitu mencapai dari setengah kebutuhannya (Rp. 10.000,-). Maka orang yang seperti ini yang disebut dengan miskin.
Termasuk dalam kategori fakir atau miskin adalah orang-orang yang disibukkan dengan aktivitas mencari ilmu syariat atau ilmu penunjang ilmu syariat (seperti Nahwu, Sharaf, dan lain-lain) jika ia membutuhkannya.
Aktivitas tersebut bersyarat yaitu apabila ia bekerja maka pekerjaan tersebut akan mencegahnya melakukan aktivitas belajar. Maka orang yang seperti ini juga berhak memperoleh zakat dari golongan fakir atau miskin.
3. Amil
Yang dimaksud amil adalah orang yang bertugas mengambil harta zakat dari orang-orang yang membayar zakat. Termasuk dalam pengertian amil ini adalah orang yang menulis harta zakat yang diberikan oleh pemberi.
Begitu juga amil zakat juga bisa berupa orang yang membagikan harta zakat kepada para mustahik, atau hasyir, yaitu orang yang mengumpulkan para pengeluar zakat atau para mustahiknya.
4. Muallaf
Secara umum makna muallaf adalah orang yang masuk Islam. Sedangkan maksud muallaf di sini adalah orang yang telah masuk Islam tetapi masih memiliki keimanan yang lemah.
Muallaf juga bisa berupa orang yang telah masuk Islam dan memiliki iman kuat tetapi ia memiliki kehormatan tinggi di kalangan kaumnya yang non muslim, yang mana dengan memberinya zakat akan diharapkan kaumnya yang non muslim itu akan masuk Islam.
Muallaf dapat menerima zakat apabila imam memang memberikan jatah zakat untuknya. Artinya apabila malik (pemilik harta zakat) telah langsung memberikan harta zakatnya kepada muallaf, maka muallaf tidak masuk dalam daftar penerima zakat dari imam lagi.
5. Budak
Yang dimaksud dengan 'budak' dalam mustahik zakat adalah budak mukatab. Budak Mukatab adalah budak yang terikat ‘transaksi kitabah’. Maksud transaksi kitabah adalah transaksi merdeka (dari status budak) atas dasar kesepakatan harta dalam jumlah tertentu yang dicicil sebanyak dua kali atau lebih dalam jangka waktu tertentu.
Misalnya, tuan berkata:
Kamu merdeka apabila membayar biaya dua dinar yang dapat kamu bayar/cicil selama dua bulan.
Nah, yang seperti itulah yang dimaksudkan dengan budak mukatab yang berhak menerima zakat. Sedangkan budak-budak jenis lain (budak murni) tidak diperbolehkan menerima zakat.
Namun, nyatanya di masa sekarang golongan budak ini tidak ada lagi, maka harta zakat hak mereka bisa jadikan tambahan bagi mustahik-mustahik zakat golongan lain.
6. Gharim (Orang Berhutang)
Yang dimaksud gharim yaitu orang yang memiliki hutang. Gharim ini dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
- Orang yang berhutang untuk dirinya sendiri, baik hutang tersebut untuk urusan yang diperbolehkan syariat atau tidak, dan meskipun hutang tersebut digunakan dalam urusan yang diperbolehkan syariat atau dalam hal tetapi ia telah bertaubat.
- Orang yang berhutang karena tujuan untuk mendamaikan perselisihan yang terjadi di antara masyarakat, apabila dia khawatir akan terjadi fitnah antara dua suku yang saling bertikai tersebut dikarenakan permasalahan telah ada korban yang meninggal.
- Orang yang berhutang karena tujuan menanggung hutang orang lain. Maka orang ini diberi zakat apabila ia dan orang yang ditanggung hutangnya adalah melarat, meskipun ia yang menanggung hutang bukan orang kaya.
Maka 3 golongan orang berhutang yang telah disebutkan di atas tersebut tergolong dari salah satu golongan penerima zakat.
7. Perang fi sabilillah
Maksud Sabilillah yaitu orang-orang yang berperang jihad di jalan Allah serta tidak memiliki jatah bagian harta dari Baitul Mal. Maka mereka diberi zakat meskipun mereka kaya, karena bertujuan untuk menolong mereka dalam berperang.
8. Ibnu Sabil (Musafir)
Ibnu Sabil (musafir) adalah orang yang sedang melakukan perjalanan jauh yang boleh menjamak qashar shalat. Di dalam Kamus Al-Misbah diterangkan bahwa alasan musafir disebut dengan Ibnu Sabil ialah karena yang namanya musafir itu menetap di jalan, dan dalam Bahasa Arab disebut ‘sabil’.
Ibnu Sabil ini dibagi menjadi dua jenis, pertama adalah Ibnu Sabil Majazi, yaitu :
مجازي وهو منشىء سفر من بلد مال الزكاة
Musafir yang melakukan perjalanan jauh yang bermula dari daerah zakat.
Sementara yang kedua adalah Ibnu Sabil Hakiki, yaitu:
وحقيقي وهو مار ببلد الزكاة
Musafir yang melewati daerah harta zakat di tengah-tengah perjalanan.
Dua macam Ibnu Sabil yang telah telah disebutkan di atas, baik Ibnu Sabil Majazi maupun Hakiki berhak diberi zakat apabila ia membutuhkannya.
Baik dia membutuhkannya karena ia kekurangan bekal yang dapat membiayainya untuk sampai di tempat tujuan, maupun ia membutuhkannya untuk sampai di tempat hartanya berada.
Begitu juga musafir yang berhak diberi zakat adalah musafir yang memiliki harta di tempat yang bukan menjadi tujuan kepergiannya, dengan syarat perjalanannya bukan dalam hal maksiat.
Syarat-syarat Penerima Zakat
Adapun syarat-syarat orang yang boleh menerima harta zakat ada 3, yaitu:
- Merdeka (bukan budak)
- Beragama Islam
- Bukan keturunan dari Bani Hasyim dan Bani Mutthalib (anak keturunan Nabi Muhammad Saw
Ketidakbolehan dalam menerima zakat bagi keturunan bani Hasyim dan Mutthalib ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam:
إن هذه الصدقة أوساخ النلس وإنها لا تحل لمحمد
ولا لآل محمد
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat ini adalah kotoran-kotoran manusia dan tidak halal bagi Muhammad dan keluarga Muhammad. (Al-Hadits)
Begitu pula karena berdasarkan perbuatan Rasulullah Saw kepada cucu beliau, Hasan:
ووضع الحسن في فيه تمرة أي من تمر الصدقة
فنزعها رسول الله صلى الله عليه وسلم بلعابه وقال كخ كخ إنا آل محمد لا تحل لنا
الصدقات.
Artinya: Ketika Hasan meletakkan sebutir kurma dari harta zakat ke dalam mulutnya, Rasulullah mengambil kurma itu dengan air ludahnya dan berkata, “Kikh!, Kikh!, Sesungguhnya kami adalah keluarga Muhammad yang tidak halal menerima harta zakat.”
Namun, meskipun demikian, dikutip dari pendapat Syeikh Isthakhari, beliau membolehkan membagikan zakat kepada keturunan Bani Hasyim dan Mutthalib apabila mereka enggan menerima 1/5 hak mereka dari Baitul Maal.
Syeikh Bajuri berkata, “Tidak apa-apa bertaklid (mengikuti) pendapat Isthakhari untuk saat ini, karena mereka para keturunan Bani Hasyim dan Mutthalib membutuhkan zakat.”
Syeikh Muhammad al-Fadhali juga ikut memilih pada pendapat Syeikh Isthakhari tersebut karena kecintaannya kepada mereka keturunan Rasulullah Saw. Semoga Allah memberikan manfaat kepada kita melalui perantara mereka, yaitu para keturunan Hasyim dan Mutthalib.
Demikianlah 8 golongan yang berhak menerima zakat serta syarat-syaratnya. Dengan demikian diharapkan kepada maalik (pemilik harta), imam, atau pihak baitul mal tidak salah dalam menentukan penerima zakat sehingga dapat tercapai maksud dan tujuan dari kewajiban zakat itu sendiri. (kasyif al-saja)