Kisah Sayyidah Khadijah binti Khuwailid, Istri Pertama Rasulullah SAW
Alfailmu.com - Sayyidah Khadijah Radhiallahu anha adalah seorang perempuan suci dan perempuan terhormat di kalangan suku Quraisy. Wanita agung dengan nama lengkap Sayyidah Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab merupakan istri pertama Rasulullah Saw. Ialah perempuan pertama yang digelari Ummul Mukminin.
Nasabnya bertemu dengan Nabi pada kakeknya yang kelima. Artinya, Sayyidah Khadijah termasuk keturunan para nabi, yakni keturunan dari Nabi Ismail bin Ibrahim Alaihissalam.
Kisah Sayyidah Khadijah binti Khuwailid, Istri Pertama Rasulullah SAW
Sayyidah Khadijah adalah sosok wanita yang berkedudukan tinggi, berasal dari dari keluarga terhormat. Ia juga berilmu, suci, terjaga, pintar, cerdas dan berakhlak mulia. Ringkasnya, beliau adalah perempuan paling sempurna yang pernah ada di alam semesta.
Sebelum dipersunting oleh Rasulullah Saw, dulunya Khadijah pernah menikah dua kali. Dua kali itu pula beliau ditinggal wafat suaminya, ia menjanda. Dalam pernikahan sebelumnya, Khadijah dikaruniai satu putera dan satu puteri dari salah satu suaminya. Setelah itu Khadijah tidak tertarik menikah lagi meskipun banyak yang melamar. Banyak sekali yang melamarnya, menginginkan bersanding dengannya, tetapi dia belum mencari suami lagi.
Khadijah terus menekuni perniagaan hingga ia termasuk pedagang besar suku Quraisy. Kekayaannya bersaing dengan kekayaan orang-orang kaya lain yang ada di suku Quraisy. Hal ini bersebab karena perniagaannya sukses. Sebagai seorang perempuan, Khadijah faham tentang perniagaan, pemasaran, pasar. Dia juga memahami mengenai kaum lelaki dan keistimewaannya.
Baca Juga: Kisah Ummul Mukminin, Sayyidah Aisyah binti Abu Bakar
Hingga kemudian Sayyidah Khadijah mendengar nama Nabi Muhammad Saw di kalangan suku Quraisy. Rasulullah di kenal di era Jahiliyah dengan gelar "al-amin" (orang yang jujur). Orang-orang Jahiliyah masa itu memanggil Nabi Saw dengan gelar tersebut.
Mendengar sosok Nabi Saw sebagai pemuda yang sangat jujur dan terpercaya, Sayyidah Khadijah menginginkan Rasulullah ikut mendagangkan barang perniagaannya. Khadijah mengirim utusan kepada Rasulullah Saw dan meminta membawa perniagaannya. Nabi Saw pun menyetujuinya, karena kita tahu bahwa beliau bukanlah orang yang memiliki banyak harta.
Lantas Rasulullah Saw berangkat dengan perniagaan Khadijah. Ketika kembali, Rasulullah Saw membawa keuntungan berlipat ganda yang belum pernah Khadijah lihat sebelumnya. Ditambah lagi Maisarah (Pembantu Khadijah yang ikut berdagang bersama Rasulullah) menceritakan tentang mukjizat Rasulullah yang dilihatnya. Ia menceritakan kisah kepada Khadijah bahwa Rasulullah Saw dinaungi oleh malaikat dalam terik matahari.
Khadijah yang 15 tahun lebih tua dari Rasul Saw sebenarnya sudah mengetahui dengan mukjizat kelahiran Nabi Muhammad Saw. Ia mengaitkan kedua hal menakjubkan di atas sebagai tanda kerasulan. Lalu Sayyidah Khadijah pun kemudian mencintai Nabi Saw serta ia ingin menikah dengannya.
Kemudian, paman Nabi, Hamzah bin Abdul Muttahalib pergi bersama Nabi mendatangi Khuwailid untuk melamar Khadijah. Lamaran tersebut diterima, dan Khuwailid pun setuju menikahkan Khadijah dengan Nabi Muhammad Saw .
Kemudian ramah tangga suci Sayyidah Khadijah dengan Rasulullah Saw ini tumbuh dengan penuh kedamaian, pencapaian da rumah tempat sumbernya kedermawanan. Hingga kemudian menjadi rumah risalah Muhammad Saw, yaitu risalah Islam. Dengan Rasulullah Saw, Khadijah dikaruniai keturunan; Qasim, Abdullah, Ruqaiyah, Zainab, Ummu Kaltsum dan Fatimah. Nabi Saw bersabda, “Sungguh aku merasakan cintanya Khadijah.”
Keluarga ini tumbuh dengan penuh kedamaian dan cinta. Mereka hidup demikian, yaitu sebagai pasangan saling memahami. Khadijah yang memang lebih tua dari Nabi Saw, seolah-olah Allah Swt menyiapkannya dan menambah kemuliaannya melalui pernikahannya dengan Nabi Saw. Hingga Jibril As menurunkan wahyu pertama:
اِÙ‚ۡرَاۡ بِاسۡÙ…ِ رَبِّÙƒَ الَّØ°ِÙ‰ۡ Ø®َÙ„َÙ‚َۚ (1) Ø®َÙ„َÙ‚َ الۡاِÙ†ۡسَانَ
Ù…ِÙ†ۡ عَÙ„َÙ‚ٍۚ (2) اِÙ‚ۡرَاۡ ÙˆَرَبُّÙƒَ الۡاَÙƒۡرَÙ…ُۙ (3) الَّØ°ِÙ‰ۡ عَÙ„َّÙ…َ بِالۡÙ‚َÙ„َÙ…ِۙ
(4) عَÙ„َّÙ…َ الۡاِÙ†ۡسَانَ Ù…َا Ù„َÙ…ۡ ÙŠَعۡÙ„َÙ…ۡؕ (5)
Artinya: (1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. (2) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (3) Yang mengajar (manusia) dengan pena. (4) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. (5) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5)
Kita semua tahu apa yang terjadi saat itu, bahwa setelah Rasulullah Saw menerima wahyu, beliau tidak lantas mendatangi paman-pamannya, bukan pula orang lain, melainkan istrinya tercintanya, Sayyidah Khadijah. Istri yang menenangkan, belahan jiwa yang beliau tidak bisa berpisah darinya. Beliau langsung mendatangi Khadijah dan berkata, “Selimuti aku. . . selimuti aku”. Seketika Khadijah memeluknya dan menenangkannya.
Baca Juga: Kisah Sayyidah Atikah binti Zaid, Istri Para Syuhada
Ketika itu, Rasulullah pula berkata, Nabi mengatakan, “saya takut atas keselamatanku.” Rasulullah Saw khawatir atas dirinya. Ketika Khadijah telah menenangkannya dan meredakan Nabi Saw, ia meminta Rasulullah Saw menceritakan apa yang terjadi padanya.
Begitulah Sayyidah Khadijah r.ah, yang pertama beriman dengan Rasulullah Saw dan risalahnya. Pula wanita pertama yang membenarkan Rasulullah tanpa sedikitpun menentangnya. Khadijah menemani Nabi berdakwah, mendukungnya dengan sepenuh jiwa, mengorbankan waktu, harta dalam perjuangan Rasulullah Saw. Tidak hanya sebatas istri, Sayyidah Khadijah juga turut bersama Rasulullah Saw dalam berdakwah. Maka layak Khadijah menjadi orang yang memperoleh pahala yang tinggi, dirindukan oleh surga, semuanya karena kedudukan yang mulia.
Karenanya, pernah satu ketika Rasulullah Saw bersama Jibril untuk mengajari Nabi, Jibril berkata pada Nabi Saw Bahwa, “Khadijah datang dan membawa air susu di tangannya. Bacakan dia salam dariku dan bacakan di salam dari Tuhannya -- kabarkan berita gembira padanya dengan rumah dari intan dan permata di dalam surga, tidak ada payah dan sakit di dalamnya --.”
Inilah kemuliaan Sayyidah Khadijah, keagungan dan kedudukannya. sehingga pantaslah beliau menjadi salah perempuan teragung di alam semesta, layaknya seperti Maryam binti Imran, Fatimah binti Muhammad, dan Asiah istri Fir’aun.
Sayyidah Khadijah wafat pada usia 65 tahun, tiga tahun sebelum hijrah. Ia meninggal di tahun yang sama setelah Abu Thalib paman Nabi Saw. Sehingga tahun itu dikenal dengan “ammul huzni”, yaitu tahun kesedihan. Nabi Saw menghadapi kesedihan dan merasa kehilangan keamanan. Dengan ini menjadi salah satu sebab hingga Rasulullah Saw di-Isra Mi'raj-kan oleh Allah Swt, guna untuk menghiburnya.
Baca Juga: Fakta Sosok Abu Hafs, Sayyidina Umar bin Khattab
Demikianlah kisah singkat Kehidupan Sayyidah Khadijah bersama Rasulullah Saw. Dari kehidupannya kita bisa mengambil pelajaran bahwa akhlak bisa di mana pun dan kapan pun. Kita bisa menjadi bersih dan suci, dulu dan sekarang.
Kemudian, kita bisa belajar bagaimana cara Khadijah memilih suami. Khadijah memilih suami tidak berdasarkan materi, namun akhlak. Pilihan suaminya menambah ikatan yang kuat dan ketenangan dan kelanggengan rumah tangga.
Pelajaran terakhir, kita juga bisa meniru pekerjaan Khadijah. Karena setiap wanita bisa bekerja dengan tetap menjaga agama dan akhlaknya. Mudah-mudahan perempuan sekarang juga bisa melakukan hal tersebut. Bahkan Sayyidah Khadijah ketika masa Jahiliyah pun sudah dipanggil dengan perempuan suci, amanah, serta berakhlak. Perempuan sekarang wajib mencontoh Khadijah dalam hal ini.
Kehidupan Sayyidah Khadijah penuh dengan pelajaran, siapapun bisa meneladinya, baik laki-laki maupun perempuan. Semoga bermanfaat (Dr. Rasyidah Zebiri, @sanadmedia, disunting)