Benarkah Semua Perkara Baru dalam Agama Adalah Bid'ah? Berikut Penjelasan Habib Umar

Daftar Isi

Alfailmu.com - Telah muncul banyak orang yang salah kaprah dalam mengartikan "bid'ah". Kenapa? karena atas dasar kekurangan ilmu, bahasa dan dalil.

tidak semua perkara baru dalam agama adalah bid'ah

Sehingga mereka berasumsi bid'ah sebagai perkara yang tidak dilakukan Rasulullah dan para sahabat. 

Padahal bila kita teliti lebih dalam, pemahaman - perkara baru dalam agama adalah bid'ah - tersebut juga merupakan satu bid'ah. 

Penjelasan Habib Umar Terkait Makna Bid'ah dalam Agama

Pemahaman bid'ah yang sebagaimana yang disebutkan ini tidak dikenal di kalangan para sahabat, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, tabi'in, tidak pula di kalangan tabi' tabi'in. 

Mereka semuanya tidak memaknai bid'ah dengan makna semacam ini. Lantas, apakah semua perkara baru dalam agama adalah bid'ah?

Tidak semua hal baru dalam agama bid'ah

Habib Al-Habib Umar Al-Hafizh menjelaskan bahwa tidak semua perkara dalam agama adalah bid'ah dan masuk neraka sebagaimana bunyi hadis.

Setidaknya keterangan hadis yang biasa dipakai tentang kebid'ahan bukan begitu maksudnya. Berikut penjelasan beliau.

Para sahabat, tabi'in, dan ulama salaf memahami makna bid'ah dari dalil-dalil bahasa bid'ah itu adalah sesuatu yang muncul tanpa didahului perkara semisalnya.

Artinya tidak ada contoh yang mirip atau serupa dalam bentuk lain yang dikerjakan oleh Rasulullah. Oleh karena itu difirmankan kan: 

بَدِيعُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ وَإِذَا قَضَىٰٓ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ

Artinya: Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah!" Lalu jadilah ia. (QS. Al-Baqarah: 117)

Setelah itu Allah menyebutkan mengenai ibadah dari sekelompok orang Bani Israil: 

ثُمَّ قَفَّيْنَا عَلَىٰٓ ءَاثَٰرِهِم بِرُسُلِنَا وَقَفَّيْنَا بِعِيسَى ٱبْنِ مَرْيَمَ وَءَاتَيْنَٰهُ ٱلْإِنجِيلَ وَجَعَلْنَا فِى قُلُوبِ ٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُ رَأْفَةً وَرَحْمَةً وَرَهْبَانِيَّةً ٱبْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَٰهَا عَلَيْهِمْ إِلَّا ٱبْتِغَآءَ رِضْوَٰنِ ٱللَّهِ فَمَا رَعَوْهَا حَقَّ رِعَايَتِهَا ۖ فَـَٔاتَيْنَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنْهُمْ أَجْرَهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَٰسِقُونَ

Artinya: Kemudian Kami iringi di belakang mereka dengan rasul-rasul Kami dan Kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik. (QS.Al-Hadiid: 27)

Ayat di atas menejelaskan orang Bani Israil mengadakan ibadah (membuat baru) itu mengharapkan keridaan Allah, namun mereka tidak memelihara dengan semestinya.

Sungguh jelas atas mereka meninggalkan ibadah itu. Karena seharusnya mereka memelihara ibadah tersebut.

Oleh sebab itu, sebagian sahabat berkata:
"Sesungguhnya tarawih di di bulan Ramadan ini sesuatu yang kalian adakan, Allah tidak mewajibkan atas kalian, maka peliharalah! Karena sesungguhnya Allah mencela kaum sebelum kamu mengadakan ibadah saleh, kemudian meninggalkannya". 

hal tersebut berdasarkan bunyi ayat di atas, yaitu "Namun mereka tidak memelihara dengan semestinya

Maka, "Jika kalian adakan Amal Soleh ini maka peliharalah". Sehingga dalam pemahaman para sahabat bid'ah bukanlah sesuatu yang tidak dilakukan oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.

Bukan pula perkara yang tidak dilakukan oleh para sahabat dan mereka tidak membatasi bahwa bid'ah hanya khusus dalam ibadah Syariat.

Banyak terjadi hal-hal baru lain selain pada ibadah, seperti pada urusan keyakinan, muamalah.

Dalam jual beli terdapat bid'ah, dalam pernikahan, dalam urusan hukum, dan pengadilan, bahkan bid'ah-bid'ah tersebut lebih besar dari bid'ah pada syariat.

Kemudian, orang-orang yang menggugat bid'ah dalam ibadah, tetapi mereka melakukan bid'ah pada bidang lain.

Bahkan berani menfatwakan semua yang tidak dilakukan Rasulullah dan para sahabat dalam ibadah merupakan contoh bid'ah yang tercela dalam agama.

Hal ini sangat keliru dan menjadi hal yang tidak ada dasar yang benar. 

Kesalahan dalam memahami teks hadis tentang bid'ah

Penggunaan Lafal "كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة" (setiap perkara yang baru adalah bid'ah) ini telah banyak penjelasannya dalam Al-Qur'an dan sunnah yang merupakan perkara umum yang dikhususkan.

Sehingga hal tersebut menjadi tempat fitnah bagi mereka yang tidak mengetahui dasar dan dalil sehingga salah dalam memahami makna bidah sesat yang sebenarnya. 

Semua kalimat yang samar-samar dalam nash, seperti hadis tentang bid'ah ini tidak bisa kita artikan atau amalkan secara lahir teks, tetapi mesti kita pelajari dahulu makna kontekstual karena pasti mengandung pengertian lain di baliknya. 

Tugas kita adalah mencari penjelasan dari segi bahasa dan dalil-dalil lain. Bahwa terdapat istilah dan makna yang dimaksudkan pada perkara khusus dan tidak mungkin memutlakkan secara keseluruhan.

Sebagaimana mereka yang mengambil dalil tentang angin yang menimpa kaum Nabi Hud Alaihi salam menghancurkan gunung-gunung, langit-langit dunia, dan umat manusia bahkan Nabi Hud termasuk binasa. Mereka menganggap memiliki Dalil dari Al-Qur'an: 

تُدَمِّرُ كُلَّ شَىْءٍۭ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا۟ لَا يُرَىٰٓ إِلَّا مَسَٰكِنُهُمْ ۚ كَذَٰلِكَ نَجْزِى ٱلْقَوْمَ ٱلْمُجْرِمِينَ

Artinya: Yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa. (QS. Al-Ahqaf: 25)

Padahal bila dilihat secara baik, maka jelas bahwa "فَأَصْبَحُوا۟ لَا يُرَىٰٓ إِلَّا مَسَٰكِنُهُمْ"  di tempat tinggal mereka, tempat tinggal mereka tetap ada bekasnya tidak ikut hancur dengan angin.  

Artinya Nabi Hud dan kaumnya selamat dan tidak hancur bersama dengan angin tersebut.

Pemahaman yang salah itu juga muncul dari keterbatasan mereka dalam dalam memahami bahasa Qur'an dan dalil.

Dari Penjelasan Habib Umar tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak semua perkara baru dalam agama adalah bid'ah yang dimaksudkan dalam hadis.

Jangan memaknai kata bid'ah dengan arti kata semata, perlu ilmu dan dalil lain. Sehingga demikian dapat memahami makna bid'ah secara kompleks. (Al-Habib Umar Al-Hafizh)