Kisah Sayyidah Atikah binti Zaid, Istri Para Syuhada
Alfailmu.com - Kisah wanita Agung dalam tulisan kali ini adalah seorang sahabat wanita Mukmin yang berhijrah demi menegakkan agama Allah. Saya kira semua telah mengenal, Dia adalah Atikah binti Zaid bin Nufail. Dia adalah saudara Sa'id bin Zaid dia Putri Paman Umar bin Khattab Radhiallahu 'Anhu.
Atikah binti Zaid adalah seorang penyair yang fasih dan cantik mempesona. Beriman kepada Risalah Nabi Muhammad ﷺ serta hijrah bersama beliau ke Madinah.
Kisah Sayyidah Atikah binti Zaid, Istri Para Syuhada
Pernikahannya dengan gelora cinta telah mempengaruhi Abdullah. Dia lantas malas dari jihad dan dari berdagang. Dia tinggal serumah dengan ayahnya, Sayyidina Abu Bakar. Pernah satu ketika Abu Bakar mendengar dia merayu istrinya dan bersyair, istrinya juga membalas dengan hal yang sama.
Abu Bakar kemudian pergi Shalat Jumat lantas kembali, ketika kembali dia mendapati Abdullah dan istrinya tetap seperti semula. Ternyata Abdullah tidak pergi Shalat Jumat.
Abu Bakar marah melihat keadaan Abdullah yang brubah seperti ini. Akhirnya beliau memintanya untuk mentalak istrinya. Maka Abdullah Radhiallahu'anhu mentalaknya, tetapi hati dan raganya tidak bisa mentalak dan berpisah darinya. Jiwanya terus terikat dengannya, dia terus menyebut namanya, bahkan setelah dia mentalaknya.
Setelah prilaku Abdullah kembali membaik seperti semula. Ia mendapat pelajaran serta tahu atas niat ayahnya ketika meminta mentalak istrinya. Dia kembali ke kehidupannya semula, yaitu berniaga.
Namun, nyatanya hatinya tetap saja terikat dengan Atikah. Abdullah selalu bersyair untuknya. Melihat kondisi anaknya yang sudah membaik dan masih terikat hati dengan istrinya, maka Abu Bakar lantas memintanya untuk merujuk istrinya.
Abdullah sangat gembira, istrinya, cintanya telah kembali. Akhirnya, Abdullah dan Atikah pun kembali hidup bersama dan saling mencintai kembali.
Sedihnya, dalam perang Thaif, Abdullah bin Abu Bakar terkena panah serta menjadi penyebab wafatnya. Atikah, istrinya meratapi dan menangisinya. Dia menolak setiap laki-laki yang datang melamarnya, hingga ia dilamar oleh Umar Bin Khattab Radhiallahu 'Anhu.
Atikah binti Zaid berkata bahwa, dulu suaminya meminta Atikah berjanji tidak menikah lagi, sebagai imbalannya Dia memberi Atikah sebuah kebun.
Kemudian Sayyidina Umar berkata, "Kita meminta fatwa kepada Ali Karamallahu Wajhah".
Maka mereka meminta fatwa, Sayyidina Ali berkata, "Kembalikan kebunnya kepada keluarga Abu Bakar, adapun pernikahan, kita tidak dapat mengharamkan sesuatu yang halal".
Lantas Atikah menikah dengan Umar bin Khattab dengan syarat beliau tidak boleh memukulnya karena Umar adalah orang yang keras. Juga Umar tidak boleh mencegah haknya, dan juga tidak boleh melarangnya pergi ke masjid. Karena hati Atikah sangta terikat dengan masjid.
Akhirnya mereka berdua pun menikah. Sayyidina Umar memuliakannya, memberikan Atikah izin ketika ia hendak pergi ke masjid. Meskipun Sayyidina Umar mengijinkannya, sebenarnya beliau tidak menyukai hal tersebut, tetapi Umar tetap memenuhi apa yang telah beliau janjikan.
Begitulah, Atikah binti Zaid menjadi sebaik-baik istri bagi Umar bin Khattab. Atikah menemaninya, menghiburnya dan melakukan hal baik, meski keadaan Sayyidina Umar Radhiallahu 'Anhu yang sibuk.
Hingga tiba-tiba terjadi pembunuhan terhadap Sayyidina Umar bin Khattab. Atikah menangis berhari-hari, dari sini Abdullah bin Umar berkata:
من أراد شاهدة فليتزوجها
"Siapa yang menginginkan mati syahid nikahilah dia”
Abdullah mengatakan hal itu tidak bermaksud apapun. Namun, Atikah beranggapan bahwa dirinya memang seperti itu.
Setelah selesai masa iddah, Zubair bin Awwam datang meminang Atikah. Dia orang yang kaya raya dan sangat Pencemburu.
Bayangkan Bagaimana kehidupan mereka berdua. Atikah pun kembali meminta syarat yang sama pada Zubair dan ia menerimanya. Namun, ketika Atikah pergi ke masjid, cemburunya bangkit dia tidak bisa bersabar.
Pada suatu hari, Sayyidina Zubair mengikuti Atikah yang pergi ke masjid, dengan memakai penutup dan mencubitnya dari belakang. Atikah seketika pulang ke rumah dan berkata, "Sungguh orang-orang setelahmu telah rusak, wahai Abu Abdillah (Zubair)".
Sayyidina Zubair mendapat hasil dengan kecerdikannya, setelah itu Atikah tidak pergi ke masjid lagi. Atikah hidup bersama Zubair dengan bahagia, penuh cinta, iman percaya penuh kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala hingga Zubair terbunuh dalam perang Jamal.
Mengenai hal itu Sayyidina Ali mengatakan, "Berikan kabar pada pembunuh Putra Paman Nabi (bibi) dia masuk neraka".
Setelah selesai masa indahnya, wanita cantik ini lagi-lagi dilamar banyak laki-laki dari kalangan sahabat pilihan, di antaranya adalah Ali bin Abi Thalib. Atikah tidak menolaknya, tetapi ia mengatakan:
"Namun, saya menduga anda akan terbunuh ". Sebab anggapan Atikah pada dirinya.
Kemudian, sebelum Sayyidina Ali ini sempat menikahi Atikah, beliau sudah duluan terbunuh. Kemudian datang datanglah pelamar lagi yaitu Anak Sayyidina Ali, Husein bin Ali Radhiallahu 'Anhu.
Atikah mengatakan hal yang sama seperti pada ayahnya. Husein berkata, "Iya, saya mau minta mati syahid dan menginginkannya ".
Kemudian, Atikah pergi bersamanya ke Kufah, dan terjadilah tragedi di mana Sayyidina Husein terbunuh di Qarbala. Atikah melihat peristiwa yang mengagetkan, yaitu melihat pembunuhan Husein Radhiallahu 'Anhu.
Ia melihat bagaimana mereka memenggal kepala Sayyidina Husein dari tubuhnya. Atikah menyaksikan semua dengan matanya sendiri. Dia sangat kaget dan sangat bersedih.
Tidak lama setelah peristiwa di Qarbala, kemudian Atikah binti Zaid pun meninggal dunia, wanita yang menemani para syuhada. Wanita beriman yang hatinya terikat dengan masjid, penyair yang fasih, mewariskan pada kita banyak pelajaran dalam hidupnya. Salah satunya ialah cinta dan rindu diantara suami istri adalah halal, bagus bagi keduanya. Namun, tidak boleh berlebihan hingga meninggalkan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Dr. rasyidah zebiri, @sanad_media)