4 Induk Akhlak Mulia Menurut Imam Al-Ghazali
Alfailmu.com - Setiap amal kebaikan yang kita lakukan pasti memiliki induk atau pondasinya. Begitu pula dengan akhlak mulia. Akhlak memiliki induk-induk sebagai pondasi tempat menampung berbagai akhlak mulia lain di atasnya.
4 Induk Akhlak Mulia Menurut Imam Al-Ghazali
1. Keseimbangan akal
Imam Al-Ghazali mengatakan dengan keseimbangan akal dan hikmah akan menghasilkan keteraturan (teratur) yang baik. Dengan keteraturan tersebut manusia bisa menjalankan ibadah kepada Allah dengan dengan baik dan sesuai dengan syariat.
Hal tersebut sebagaimana yang dimaksudkan dalam hadis tentang "tadbir" (pengaturan) mengenai perilaku manusia dan menjalankan kebutuhannya, yaitu:
التدبير نصف المعيشة
Artinya: Pengaturan merupakan sebagian dari kehidupan. (hadis)
Keterangan ini pula yang diajarkan oleh Allah kepada berbagai macam hewan. Sehingga Allah menjadikan keteraturan di berbagai perkara kehidupan, tempat tinggal, makanan, minuman, perkembangbiakan dan lain-lain, sebagaimana firman-Nya:
وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ إِلَى ٱلنَّحْلِ أَنِ ٱتَّخِذِى مِنَ
ٱلْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ ٱلشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ
ثُمَّ كُلِى مِن كُلِّ ٱلثَّمَرَٰتِ فَٱسْلُكِى سُبُلَ
رَبِّكِ ذُلُلًا ۚ يَخْرُجُ مِنۢ
بُطُونِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ أَلْوَٰنُهُۥ
فِيهِ شِفَآءٌ لِّلنَّاسِ ۗ
إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: (1) Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia",
(2) Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl: 68-69)
Lihat bagaimana keteraturan dari kerajaan lebah itu, ini keteraturan. Allah mengajarkannya kepada lebah, padahal mereka tidak memiliki akal yang mencapai kedudukan manusia. Keteraturan dalam keadaan seperti ini dibutuhkan.
Artinya, keteraturan yang dibutuhkan ini dihasilkan dari keseimbangan akal, kepintaran akal, dan kemajuan dalam berpendapat. Begitu juga kecerdasan dalam meneliti perbuatan dan interaksi, dan menampakkan keburukan hawa nafsu yang tersembunyi, semuanya didapat dengan akal.
Bila tidak seimbang pada akal, berlebihan dan dan melampaui batas, maka akan muncul sifat yang suka mempermainkan orang lain, penipuan yang dilengkapi dengan keangkuhan. Berlebihan dan melampaui batas pada akal dan akan melahirkan akhlak yang buruk.
Begitu pula jika kurang dari keseimbangan akal, maka akan muncul kebodohan, kedunguan, atau bahkan kegilaan. Sehingga hilanglah kenikmatan berupa akal yang besar ini yang merupakan pondasi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2. Seimbang dalam sifat keberanian
Keseimbangan dalam sifat keberanian dapat menghasilkan sifat kedermawanan dalam diri manusia. Berapa banyak dihubungkan antara arti keberanian dan kedermawanan dalam berkorban dan memberi. Karena orang yang berani mengorbankan jiwanya tidak sulit baginya untuk mengorbankan harta.
Kedermawanan dan keberanian untuk menolong orang lain dan menyelamatkannya merupakan kehormatan. Begitu juga melawan hawa nafsu, mampu menahan diri, semuanya itu disebabkan karena mengendalikan kekuatan dari sifat keberanian, bijaksana, teguh, mengendalikan emosi, berwibawa. Semua akhlak ini dihasilkan dari keseimbangan kekuatan dalam keberanian.
Namun, jika berlebihan pada sifat keberanian maka akan bertindak menindas dan membawa dirinya pada kehancuran. Muncul keangkuhan dalam penampilan dan merasa tinggi.
Adapun jika keberaniannya kurang atau hilang, maka akan muncul darinya kehinaan, kerendahan, merasa rendah diri, dan menahan diri untuk mendapatkan yang wajib ia dapatkan. Maka akan muncul bermacam akhlak yang buruk dikarenakan keberanian yang berlebihan.
Begitu juga muncul akhlak yang buruk dikarenakan kurangnya keberanian. Maka hendaknya tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Dengan itu kau mengerti makna "wasathiah" (keseimbangan) dalam agama.
3. Seimbang pada Iffah (Menjaga kehormatan)
Induk akhlak mulia yang ketiga adalah seimbang dalam iffah (menjaga kehormatan ). Jika seimbang, kedermawanan dibantu dengan sifat ini, begitu juga dengan malu, sabar, dan memaafkan atas hal yang berkaitan dengan haknya.
Merasa puas dengan apa yang dimudahkan oleh Allah baginya, wara’ (mawas diri terhadap hal yang masih meragukan), membantu orang lain, memberi dan menerima, dengan baik, di dalam hadis disebutkan:
روى جابر بن عبد الله رضي الله عنهما: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال: «رحم الله رجلا سمحا إذا باع، وإذا اشترى، وإذا اقتضى
Artinya: Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu 'anhuma, bahwa sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda "Allah merahmati seseorang yang memudahkan jika ia menjual, memudahkan ketika membeli, ketika membayar, ketika menagih”.
Namun, Jika sifat ini berlebihan pada iffah, maka akan muncul sifat buruk seperti serakah, menyimpan keburukan dalam batin, juga menghasilkan sifat mubazir, juga menghasilkan riya’.
4. Seimbang (Adil) pada setiap akhlak mulia
Induk dari akhlak mulia yang terakhir adalah keseimbangan (adil); yaitu seimbang pada akal, keberanian, menjaga kehormatan, dan keadilan dalam semua perkara tersebut. Dan akhlak lain hanya merupakan cabang darinya.
Imam Ghazali mengatakan tidak akan mencapai keseimbangan yang sempurna dalam 4 hal ini, terkecuali Rasulullah ﷺ. Beliau tidak mengatakan “tidak mencapai keseimbangan”, banyak orang yang mencapai keseimbangan.
Seluruh para Nabi, orang shiddiq, dan orang-orang yang dekat kepada Allah SWT. Banyak hamba Allah yang mencapai keseimbangan dalam sifat ini. Namun, kesempurnaan keseimbangan seluruh sifat ini hanya dicapai oleh nabi kita Muhammad ﷺ.
Dicapai oleh beliau yang diajarkan adab oleh Tuhannya dengan sebaik-baik ajaran, maka kesempurnaan itu berada pada beliau dan tempat kesempurnaan manusia adalah pada pemimpin umat manusia, Yaitu Rasulullah ﷺ.
Nah, itu dia 4 pondasi dari akhlak mulia, semoga bermanfaat. (Habib Umar)