Teks Ceramah: 4 Kunci Kebahagiaan dalam Hidup

Daftar Isi

4 Kunci Kebahagiaan dalam Hidup

اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِالتَّقْوَى وَنَهَانَا عَنِ اتِّبَاعِ اْلهَوَى. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ ذَوِى التُّقَى.  أما بعد . . .

Alfailmu.com - Sesungguhnya, kita selaku hamba Allah SWT yang hidup di dunia ini pasti mencari kebahagiaan. Sehingga dalam hidup, kita kemudian bekerja keras, mengorbankan tenaga, menguras keringat, dan banting tulang demi mendapatkan sebuah kebahagiaan.

4 kunci kebahagiaan dalam hidup

4 Kunci Kebahagiaan dalam Hidup

Sebenarnya kebahagiaan tersebut tidaklah terletak pada kekayaan. Dan kekayaan bukanlah terdapat pada pangkat, jabatan. Juga kekayaan tersebut tidaklah selalu terletak pada harta yang berlimpah ruah. Namun, ketahuilah bahwa kebahagiaan terdapat pada 4 hal. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam satu hadis:

أَرْبَعٌ مِنْ سَعَادَةِ اْلمَرْءِ أَنْ تَكُوْنَ زَوْجَتُهُ صَالِحَةً وَأَوْلاَدُهُ أَبْرَارًا وَخُلَطَائُهُ صًالِحِيْنَ وَأَنْ يَكُوْنَ رِزْقُهُ فِى بَلَدِهِ

Rasulullah SAW bersabda, ''Empat macam dari kebahagiaan manusia, yaitu istri yang salehah, anak yang berbakti, teman-temannya adalah orang-orang yang baik, dan mata pencahariannya berada dalam negerinya sendiri.'' (HR. Dailami)

Berdasarkan hadis di atas, jelaslah bahwa kebahagiaan hidup di dunia terdapat pada 4 hal, berikut penjelasannya.

1. Isteri yang Salehah

Nah, kalau perlu kebahagiaan di atas dunia maka yang pertama ialah dengan memperoleh istri-istri yang salehah. Lantas, bagaimana yang dimaksud dengan istri yang salehah? Yaitu mereka yang patuh terhadap perintah suaminya dan taat beribadah kepada Allah SWT.

Untuk menjadikan seorang istri yang salehah harus terlebih dahulu kita sebagai suami-suami dahulu menyalehkan diri. Tidak mungkin kita menjadikan istri kita salehah, sedangkan kita tidak saleh. Oleh karena itu sudah pasti untuk menjadikan istri yang salehah, mestilah dulu kita sebagai suaminya sudah saleh duluan.

Suami sebagai kepala keluarga harus menjadikan diri sebagai "مُؤْمِنًا حَقًا" (mukmin sejati) supaya keluarga, istri, dan anak kita mengikuti contoh teladan yang baik ada pada kita suami sebagai kepala keluarga mereka.

Disebutkan di dalam kitab Jawami' al-Mushannafat (Kitab 8 -Karangan Ulama Aceh), bahwa sebagian dari cara memperbaiki kelakuan istri, anak-anakmu, maka terlebih dahulu perbaikilah dirimu sendiri. Apabila engkau melihat ada akhlak-akhlak istrimu yang jahat, begitu juga akhlak anakmu. Maka jadikanlah dalil yang bahwasanya sesungguhnya dirimu belum sempurna, belum memiliki akhlak yang baik.

Apabila akhlak kita sudah baik, maka istri kita pasti baik dan salehah. Begitu juga anak kita pasti menjadi anak yang saleh dan salehah. Ada satu kisah, bahwa salah seorang pemuda pada masa Ibnu Mubarrak menjaul seekor kudanya dengan harga 4 dirham, dengan harga yang murah sekali.

Kemudian seorang orang tua bertanya kepada pemuda tersebut:
“Wahai pemuda, kenapa engkau menjual kudamu dengan harga yang sangat murah?”.

Lalu pemuda tersebut menjawab:
“Karena pada kudaku ada aib”.

“Lantas apa saja aib yang ada pada kudamu?” tanya orang tua lagi.

Kemudian pemuda tadi menjawab:
“Keaiban yang ada pada kudaku di antaranya ialah ia tidak mau lari saat dikejar, dan tidak mau mengejar saat melihat musuh di depannya, serta kemudian dia bersuara pada tempat yang tidak pantas bersuara. Inilah 3 aib yang terdapat pada kudaku sehingga kujual dengan harga murah."

Lalu singkat kisah kuda tersebut dibeli oleh salah seorang murid Ibnu Mubarak. Setelah kuda tersebut dibeli, gurunya datang yaitu Ibnu Mubarak dan bertanya:

“Wahai muridku, kenapa engkau membeli kuda degan banyak aib?, Apa engkau tidak tahu kuda tersebut ada aibnya.”

Kemudian Murid Ibnu Mubarak menjawab:
“Iya, saya tahu, wahai guru.” “Nah, kalau kamu sudah tahu, kenapa juga membelinya”, lanjut gurunya. 

Murid tadi menjawab, “Tidak masalah, guru, biar aku ajari kuda ini”.

Maka tatkala perang dimulai, murid Ibnu Mubarak tadi berbisik kepada kuda tadi:
“Wahai kuda apabila aku berbuat baik, beribadah kepada Allah SWT, berhenti bermaksiat, maukah kamu meninggalkan aib yang ada pada dirimu?”.

Maka dengan izin Allah kuda tersebut menganggukkan kepalanya  dengan tiga kali anggukan tanda setuju dengan permintaan itu.

Lantas, murid Ibnu Mubarak mengambil kesimpulan bahwa apabila yang  mengendarai kuda tersebut oleh orang yang bermaksiat, maka kuda tersebut pun tidak mau patuh terhadap perintah tuannya. Kenapa? Karena orang yang punya kuda tersebut tidak mau mematuhi perintah dari Allah SWT.

Begitu pula kita, saat kadang-kadang ada perilaku istri kita, anak-anak kita, tabiat-tabiatnya yang tidak baik, jangan langsung menyalahkan mereka, tetapi salahkan diri sendiri. Pasti ada sesuatu dari kita yang belum sesuai dengan perintah Allah SWT. Barangkali itu semuanya berawal dari kesalahan kita sendiri, kurang peduli terhadap mereka, dan kurang memberikan kasih sayang kepada mereka.

2. Anak yang berbakti

Yang kedua, kalau kita mau bahagia di dunia ini mesti dengan memiliki anak-anak yang baik, yang berbakti kepada dua orang tuanya. Oleh karena itu, jadikanlah anak kita menjadi anak-anak yang baik. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas saat diri kita sudah saleh, istri kita sudah salehah, tentu kita akan mendapatkan anak-anak yang saleh dan salehah pula.

Maka apabila anak kita menjadi anak yang saleh dan salehah, kita sebagai orang tuanya pastilah merasa bangga dan bahagia karena mereka. Namun, saat anak kita tidak saleh dan salehah, tidak mendengarkan perintah orang tuanya, barangkali mereka lah yang akan menyusahkan kita memutihkan rambut kita saat belum waktunya.

Maka jelaslah bahwa anak yang saleh akan membahagiakan kita di dunia sampai ke akhirat. Di akhirat kelak mereka akan mengingat kita sebagai orang tuanya, mereka akan terus mendoakan kita sekalipun kita sudah meninggal. Juga bahwa doa anak yang saleh pasti akan Allah sampaikan kepada ibu bapaknya sebagaimana yang tersebut dalam hadis dan kisah yang banyak.

3. Teman-teman yang baik (saleh)

Yang ketiga, untuk memperoleh kehidupan yang bahagia maka hendaklah berkumpul (berteman ) dengan orang-orang yang saleh. Kita perlu bergaul dengan orang-orang yang baik, saleh agar mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia ini.

Karena apabila kita salah dalam memilih teman, maka kita pun akan terjerumus dalam kesalahan-kesalahan tersebut. Bahkan dengan pengaruh teman yang tidak baik, bisa saja kita yang awalnya baik kemudian menjadi tidak baik. Kenapa? Karena pengaruh dari teman-teman yang tidak baik tadi.

Maka, marilah kita mencari teman perkumpulan yang baik, saleh, yang mengerti, teman yang selalu mengajak kita mendekat diri kepada Allah. Yaitu teman-teman yang mengarahkan kita kepada kebaikan tatkala kita sedang bergelimang dengan kesalahan dan dosa.

4. Mencari rezekinya di negeri sendiri

Terakhir, untuk mencapai kebahagiaan di dunia ini yaitu dengan mencari rezeki (bekerja) di negerinya sendiri (tempat ia tinggal). Kita hidup dimana, hidup di mana, maka carilah rezeki di tempat kita tinggal tersebut.

Artinya bila kita mencari rezeki di tempat lain (luar daerah), maka kesempurnaan kebahagiaan dalam hidup tidak akan kita dapatkan. Sehingga kehidupan menjadi kurang bahagia, kenapa? Karena kita jauh dengan keluarga.

Walaupun rezeki di luar daerah kelihatan seperti lebih banyak, tetapi tetapi tetap saja kebahagiaan yang terbesar ialah dengan berkumpul dengan keluarga. Oleh karena itu, untuk menggapai kebahagiaan tersebut maka hendaklah kita mencari rezeki di daerah kita tinggal agar tidak jauh dengan keluarga dan tidak susah dalam bekerja karena mengingat mereka.

Nah, itulah 4 hal yang mesti kita lakukan untuk mencapai kebahagiaan di dunia ini, marilah kita mulai merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari, semoga bermanfaat. (Tgk. Marzuki, MA)