Menjawab Pertanyaan "Allah di Mana dan Sedang Apa?"
Daftar Isi
Penjelasan Terhadap Pertanyaan Allah di Mana dan Sedang Berbuat Apa
Alfailmu.com - Sebagai seorang muslim tentu kita pernah mendengar pertanyaan, "Allah di mana?", "Sedang apa?". Pertanyaan tersebut terus muncul semenjak dahulu hingga sekarang.Nah, sebelum memulai menjawabnya, penting di sini penulis jelaskan bahwa selama jawaban yang kita berikan masih dapat menyerupakan Allah dengan makhluk, maka selama itu pula jawaban tersebut salah.
Alasannya karena Allah SWT wajib bersifat "mukhalafatuhu lil hawadits" (berbeda dengan makhluk), sebagaimana firman-Nya:
Lantas, bagaimana jawaban dari dua pertanyaan di atas? Simak kisah Abu Hanifah kecil dan gurunya Himad bin Sulaiman berikut.
Dikisahkan bahwa dulu pada masa Himad bin Sulaiman, gurunya Imam Abu Hanifah, ada seorang yang bernama Dahri datang menantang seluruh ulama untuk beradu dalil dengannya mengenai keberadaan Allah SWT. Dia berkata:
Ù„َÙŠْسَ ÙƒَÙ…ِØ«ْÙ„ِÙ‡ِÛ¦ Ø´َÙ‰ْØ¡ٌ ۖ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ ٱلسَّÙ…ِيعُ ٱلْبَصِيرُ
Artinya: . . . . . Tidak ada sesuatu apapun yang serupa dengan Dia (Allah), dan Allah lah yang Maha Melihat dan Mendengar. (QS. As-Syuura: 11)Lantas, bagaimana jawaban dari dua pertanyaan di atas? Simak kisah Abu Hanifah kecil dan gurunya Himad bin Sulaiman berikut.
Dikisahkan bahwa dulu pada masa Himad bin Sulaiman, gurunya Imam Abu Hanifah, ada seorang yang bernama Dahri datang menantang seluruh ulama untuk beradu dalil dengannya mengenai keberadaan Allah SWT. Dia berkata:
"Kalian berkata bahwa Allah ada, tetapi tidak memiliki tempat?, Tidak ada satu benda pun yang wujud (ada), kecuali memiliki tempat!".
Dengan pemahamannya tersebut, Dahri mengalahkan banyak ulama kala itu dalam beradu hujjah (pendapat). Kemudian Dahri berkata:
"Apakah tidak ada ulama lain yang lebih hebat dari kalian semua?".
Para ulama serentak menyahut:
"Ada! namanya adalah Himad bin Sulaiman!".
Langsung saja, Dahri pun meminta kepada khalifah untuk mendatangkan Himad bin Sulaiman agar dapat berdebat dengannya. Akhirnya atas permintaan khalifah, Syeikh Himad pun menyanggupinya dan meminta tempo waktu satu hari.
Keesokan harinya, Abu Hanifah yang kala itu masih kecil datang menemui gurunya, Himad bin Sulaiman. Melihat muka gurunya yang sedang gundah seolah ada masalah, Abu Hanifah langsung bertanya:
"Apa yang terjadi, mengapa engkau terlihat gundah, wahai guru?".
"Bagaimana aku tidak gundah, khalifah memanggilku untuk berdebat dengan Dahri serta akan disaksikan oleh banyak ulama serta Dahri telah mengalahkan banyak ulama", jawab Syeikh Himad
Kemudian Abu Hanifah berkata:
"Bawa aku bersamamu dalam debat tersebut, Insyaallah dengan himmah dan barakah kehadiranmu akan aku jawab semua pertanyaan Dahri, dan aku patahkan hujjahnya".
Gurunya pun merasa tenang dan bahagia mendengar jawaban Abu Hanifah kecil tersebut.
Akhirnya, Himad bin Sulaiman bersama Abu Hanifah kecil datang menghadiri majelis debat dengan Dahri tersebut di dalam Masjid Jami' serta telah dinantikan oleh khalifah, masyarakat dan para ulama.
Abu Hanifah waktu itu berdiri di dekat kursi tempat gurunya duduk sambil memegang sandalnya dan sandal gurunya.
Kemudian, Dahri datang dan naik ke atas mimbar seraya berkata:
Kemudian, Dahri datang dan naik ke atas mimbar seraya berkata:
"Lantas, siapa yang akan menjawab pertanyaanku?".
Seketika Abu Hanifah kecil menyahutnya:
"Apa pertanyaanmu? Tanyakan saja, orang berilmu pasti bisa menjawab pertanyaanmu itu."
Dahri yang menganggap sepele dan dengan bahasa merendahkan, berkata:
"Kamu itu siapa, wahai anak kecil?, Berbicara di depan orang-orang mulia, orang tua, dan para ulama! Bagaimana kamu bisa berani berbicara, padahal kamu masih kecil!".
Dahri yang menganggap sepele dan dengan bahasa merendahkan, berkata:
"Kamu itu siapa, wahai anak kecil?, Berbicara di depan orang-orang mulia, orang tua, dan para ulama! Bagaimana kamu bisa berani berbicara, padahal kamu masih kecil!".
Abu Hanifah menjawab:
"Allah hanya meletakkan ketinggian kepada para ulama, bukan kepada orang yang besar lengan baju dan ikatan surbannya."
Kemudian, Dahri melanjutkan:
"Jadi, kamu mau menjawab semua pertanyaanku?".
"Iya!, akan ku jawab semua pertanyaanmu dengan taufiq Allah Ta'ala", jawab Abu Hanifah meyakinkan.
Setelah selesai perkenalan antara penanya dan penjawab, yaitu Dahri dan Abu Hanifah, maka diskusi selanjutnya menjadi jawaban dari dua pertanyaan besar di paragraf awal tadi, yaitu Allah di mana? Yuk simak penjelasannya dengan cermat.
Allah di Mana?
Tatkala Dahri mengetahui lawan debatnya ternyata hanya seorang anak kecil, maka ia langsung meluncurkan pertanyaannya kepada Abu Hanifah:"Apakah Allah ada?".
"Iya, tentu Allah itu ada!", jawab Abu Hanifah.
Dahri melanjutkan pertanyaannya,
"Di mana Allah?".
Abu Hanifah menjawab:
"Allah tidak bertempat!".
"Bagaimana bisa yang berwujud tidak memiliki tempat?", tanya Dahri lagi.
"Dalilnya ada pada tubuhmu, wahai Dahri", jawab Abu Hanifah.
Dahri yang kebingungan dengan jawaban Abu Hanifah melanjutkan dengan katanya:
"Lantas, di mana dalilnya pada diriku?".
"Bukankah pada dirimu terdapat nyawa?", tanya Abu Hanifah
"Iya, saya punya nyawa!", jawab Dahri
Kemudian, tanya Abu Hanifah lagi:
"Nah, jadi di mana letak nyawamu?, di kepala?, di perut?, atau di kakimu?".
Dahri pun tercengang mendengar jawaban Abu Hanifah tersebut dan tidak bisa menjawab pertanyaan di atas. Kemudian Abu hanifah menunjukkan contoh yang lain sebagai dalil, dengan katanya:
"Kamu tahu air susu?, bukankah di dalam air susu itu ada mengandung minyak?".
"Iya, betul", jawab Dahri.
"Lantas di mana minyak di dalam air susu tersebut?, di atas atau di bawah?", tanya Abu Hanifah lagi.
Sekali lagi Dahri kembali tercengang keheranan karena ia tidak mampu menjawab pertanyaan Abu Hanifah tersebut.
Kemudian, Abu Hanifah menjelaskan dengan katanya:
"Sebagaimana kita tidak mengetahui tempat nyawa di dalam tubuh kita, begitu pula kita tidak mengetahui posisi minyak di dalam air susu, maka begitu pula lah Allah SWT tidak memiliki tempat di alam semesta ini."
"Aku punya pertanyaan terakhir, wahai Abu Hanifah".
Kemudian, Abu Hanifah menjelaskan dengan katanya:
"Sebagaimana kita tidak mengetahui tempat nyawa di dalam tubuh kita, begitu pula kita tidak mengetahui posisi minyak di dalam air susu, maka begitu pula lah Allah SWT tidak memiliki tempat di alam semesta ini."
Allah sedang apa?
Setelah selesai dari pertanyaan pertama, Dahri kembali bertanya:"Aku punya pertanyaan terakhir, wahai Abu Hanifah".
"Owh, tentu, silakan!", jawab Abu Hanifah dengan tenang.
"Allah sedang berbuat apa sekarang?", tanya Dahri.
Abu Hanifah menjawab:
"Kamu itu terbalik, hai Dahri. Seharusnya yang berada di atas mimbar itu sebagai penjawab, bukan penanya. Oleh karena itu, silakan kamu turun, dan biarkan saya naik ke atas mimbar, setelah itu langsung saya jawab pertanyaanmu."
Dahri pun kemudian turun dari mimbar. Setelah Abu Hanifah naik ke atas mimbar dan duduk di atasnya, maka Dahri yang sudah turun kembali mengulangi pertanyaannya tadi. Abu Hanifah dengan yakinnya menjawab pertanyaan terakhir dari Dahri tersebut tentang 'Allah sedang berbuat apa sekarang', dengan katanya:
"Perbuatan Allah sekarang adalah menjatuhkan perkara yang batil (salah) seperti kamu dari atas ke bawah, dan mengangkat hal yang benar seperti saya ini dari bawah ke atas mimbar".
Mendengar jawaban terakhir tersebut dari Abu Hanifah, Dahri pun pergi meninggalkan majelis debat tersebut karena malu serta telah dikalahkan semua hujjahnya oleh seorang anak kecil yang bernama Nu'man bin Basyir, yaitu Abu Hanifah rahimallahu ta'ala anhu. Wabillahi tawfiq
Sumber:
Al-'Allamah Syeikh Zain Al-Abidin bin Muhammad Al-Fathani, Syarh 'Aqidat al-Najin fi 'Ilmi ushul al-Din, (Semarang: Sumber Keluarga, t.th), h. 7 - 9.