Bingung dengan Jumlah Rakaat, Ini 5 Alasan Ilmiah Shalat Tarawih 20 Rakaat!
Daftar Isi
Alfailmu.com - Hari terus berganti, minggu bertukar, dan sekarang tanpa terasa sudah 19 Ramadhan seolah ia mau segera pergi. Mudah-mudahan kita memperoleh banyak keberkahan pada bulan ini, menjadi insan yang lebih baik dan bertakwa kepada Allah SWT, dan semoga Ramadhan tahun tahun ini jangan berlalu kecuali dosa kita telah diampuni semuanya.
Mudah-mudahan juga kita mampu meraup semua pahala yang terdapat pada Salat Tarawih, dan pada akhirnya semoga kita semua menjadi hamba Allah yang mendapat pangkat itqun min an-nar (bebas dari api neraka).
Berbicara tentang Shalat Tarawih tiada habisnya, tetapi biasanya bukan tentang seberapa banyak pahala yang diberikan, bukan juga tentang seberapa banyak kelebihannya, tetapi yang selalu menjadi perbincangan hangat adalah pada tajuk 'berapa jumlah rakaat Shalat Tarawih sebenarnya', 'berapa rakaat Tarawih yang dikerjakan Nabi Muhammad SAW'.
Hal ini lah yang terus-menerus diperbincangkan oleh beberapa kalangan muslim hingga sekarang ini, padahal sekarang sudah era milenial, dan ternyata pembahasan tentang jumlah rakaat Tarawih masih saja eksis.
Shalat Tarawih 20 Rakaat dan Penolakan Terhadap Dalil Tarawih 8 Rakaat
Menurut hemat penulis, jumlah rakaat Shalat Tarawih adalah sebanyak 20 rakaat, tentu hal ini bukanlah hasil terawang sendiri, melainkan dengan alasan-alasan yang telah disebutkan dalam banyak referensi kitab salaf as-shalih di kalangan Mazhab Imam As-Syafi'i dan para pembesar ulama-ulama Syafi'iyyah, bahwa tiga mazhab mu'tabarah yang lain juga demikian,.
Penentuan jumlah rakaat ini juga berdasarkan tidak adanya dalil-dalil nash secara jelas yang membicarakan konteks jumlah rakaat pada Shalat Tarawih. Maka dalam tulisan kali ini penulis akan menyebutkan dan menjelaskan beberapa hujjah (alasan) yang menunjukkan kepada jumlah rakaat Tarawih sebanyak 20 rakaat, berikut alasan dan penjelasannya.
1. Hadis dari Jabir bin Abdullah r.a
Banyak orang berpedoman jumlah Shalat Tarawih sebanyak 8 rakaat hal tersebut berdasarkan satu hadis dari sahabat, yaitu Jabir bin 'Abdullah, mari kita perhatikan hadis tersebut:
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنه قال : صلى بنا رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم في شهر رمضان ثمان ركعات وأوتر ... رواه ابن نصر وطبراني
Artinya: "Dari Jabir bin 'Abdullah bahwa dahulu Rasulullah shalat di bulan Ramadhan 8 rakaat dan witir . . .". (HR. dari Ibnu Nashr dan at-Thabarani)
Berdasarkan hadis di atas yang tidak spesifik, maka banyak sekali terdapat 'kemungkinan' maksud dari hadis tersebut. Pertama, hadis tersebut tidak menyebutkan kata 'tarawih' secara khusus, artinya bisa saja salat yang dikerjakan Nabi tersebut bukan tarawih.
Kedua, dari hadis tersebut Jabir ra mengabarkan bahwa beliau salat dengan Rasulullah SAW 8 rakaat, namun tidak ada informasi jikalau beliau salat dari awal bersama Rasulullah atau tidak, sehingga mungkin saja beliau (Jabir bin Abdullah) datang terlambat sedangkan Nabi sudah mengerjakan salat sebelum Jabir datang.
Ketiga, ada kemungkinan bahwa Rasulullah SAW salat berjamaah di masjid 8 rakaat dan melanjutkan hingga 20 rakaat di rumah.
Terakhir, yang ke empat, bila kita perhatikan tarkib (bentuk urutan) kalimat hadis di atas, maka akan terlihat pada awal hadis bahwa fail (رسول الله) disebutkan setelah kalimat lain (بنا). Dalam kaidah Ilmu Nahwu dijelaskan bahwa apabila ada fail disebutkan terakhir dari semestinya mengandung faedah hasyr (yang berarti membatasi atau secara khusus).
Nah, dalam konteks hadis ini ada kemungkinan Rasulullah shalat secara khusus dengan Jabir malam itu 8 rakaat, tetapi kemungkinan lain Rasulullah SAW salat lebih banyak tanpa Jabir ra. Hal ini terjadi karena Rasulullah SAW hanya keluar untuk shalat malam pada ramadhan beberapa malam saja.
Setelah melihat beberapa kemungkinan tersebut, maka hadis riwayat Jabir bin ‘Abdullah ini tidak bisa juga dijadikan pedoman dalam hal istidlal (pengambilan dalil) jumlah bilangan Shalat Tarawih. Hal ini sesuai dengan sebuah kaidah Imam Syafi'i yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Zakaria al-Anshari dalam Kitab Ghayatul Wushul,
Ketentuan (nash) tentang suatu peristiwa apabila mengandung beberapa kemungkinan akan termasuk kategori mujmal (global) dan tidak dapat digunakan sebagai dalil.
Berdasarkan kaidah tersebut, hadis yang diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Abdullah ini dapat dipastikan gugur dari segi pengambilan dalil untuk menetapkan jumlah rakaat Shalat Tarawih. Sehingga hadis ini hanya dapat dijadikan sebagai dalil tentang kesunnahan berjamaah pada Tarawih.
2. Hadis dari Aisyah r.a
Kalangan-kalangan yang mengerjakan Tarawih delapan rakaat, juga katanya berdasarkan hadis dari Sayyidah Aisyah r.ah, yaitu:
قالت عائشة رضي الله عنها: ما كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يزيد في رمضان ولا في غيره على إحدى عشرة ركعة (متفق عليه)
Artinya: "Nabi dahulu tak pernah menambah shalat baik di Ramadhan maupun di luar Ramadhan 11 rakaat." (Muttafaq Alaih)
Dalam hadis ini, oleh para ulama langsung menyebutkan bahwa perkataan Aisyah ini tentang Shalat Witir Nabi SAW di bulan ramadhan dan di luar ramadhan sebanyak sebelas rakaat. Bila pun kita meyakini bahwa Nabi shalat tarawih delapan rakaat ditambah dengan tiga rakaat witir pada bulan ramadhan dan sebelas rakaat hanya witir saja di luar ramadhan, maka artinya kita sudah suul adab dengan Rasulullah.
Kita sudah berasumsi bahwa manusia yang paling sempurna dan paling kuat shalat malamnya, masa hanya melakukan shalat witir di bulan ramadhan sebanyak tiga rakaat, sungguh tidak masuk akal. Maka lagi-lagi para ulama, menyebutkan bahwa hadis ini bukan menjelaskan jumlah rakaat Shalat Tarawih, melainkan pada jumlah rakaat Shalat Witir.
3. Jumlah rakaat Tarawih masa Khalifah Umar bin Khattab r.a
Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa Umar lah yang menyebut shalat qiamul lail pada Bulan Ramadhan dengan nama 'tarawih', yang berarti beberapa istirahat. Alasan dinamakan dengan nama tersebut karena Shalat Tarawih dilakukan dengan waktu yang panjang dan istirahat yang banyak.
Bahkan 'Umar pula lah sebagai sahabat pertama yang mengajak para sahabat untuk melakukan Shalat Tarawih secara berjemaah sebanyak dua puluh rakaat. Sungguh keliru bila kita beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh para sahabat merupakan perkara bid’ah atau menyalahi sunah Rasulullah SAW. Padahal, di dalam beberapa hadis beliau mengagungkan sahabatnya seperti ‘Umar bin Khathab, menyuruh kita mengikutinya, dan membenarkan pendapatnya.
Dr. Wahbah Zuhaili seorang ulama besar dari Suriah, dalam opininya pada surat kabar mingguan The Moeslem World edisi 12–19 Februari 1996 mengatakan, orang-orang yang menyangka bahwa shalat Tarawih hanya delapan rakaat merupakan sunah dan melebihi darinya adalah bid’ah, maka sesungguhnya ia telah menganggap sesat para sahabat dan menyalahi perintah Rasulullah SAW dengan cara yang tidak ia sangka.
4. Penggunaan kalimat 'Tarawih' itu sendiri
Kalimat 'tarawih' (تراويح) adalah bentuk jamak dari kalimat 'tarwih' (ترويح), yang berarti 'satu istirahat', maka tarawih jelas berarti 'beberapa istirahat'. Dalam banyak referensi kitab disebutkan, bahwa satu kali istirahat (tarwih) pada Shalat Tarawih dilakukan setelah empat rakaat dengan dua kali salam.
Sehingga dengan delapan rakaat dalam perubahan bentuk kalimat arab tersebut belum sah disebut dengan 'tarawih', tetapi yang cocok adalah 'tarwihain' (ترويحين) yang berarti 'dua kali istirahat'. Maka jelas bahwa untuk menggunakan bentuk kalimat jamak 'tarawih' mesti minimal lebih dari delapan rakaat.
5. Jumlah rakaat salat Tarawih di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi
Hujjah terakhir yang penulis haturkan, bahwa pelaksanaan Shalat Sunat Tarawih di Masjidil Haram sebagai masjid tanah kelahiran Nabi Muhammad SAW, dan pelaksanaan tarawih di Masjid Nabawi sebagai masjid dan tanah tempat beliau dimakamkan, ke dua masjid paling agung di dunia tersebut melaksanakan Shalat Tarawih sebanyak dua puluh rakaat.
Bahkan pada masa Khalifah 'Umar bin Abdul Aziz, beliau menganjurkan untuk selain Ahli Makkah, termasuk Ahli Madinah kala itu agar mengerjakan tarawih sebanyak tiga puluh enam (36) rakaat. Rakaat yang lebih sebanyak enam belas (16) tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengimbangi pahala tawaf Ahli Mekkah yang dilakukan setiap empat rakaat sekali.
Berdasarkan dari berbagai hujjah yang penulis sajikan di atas, tidak ada dalil yang terang untuk menunjukkan jumlah Shalat Tarawih sebanyak delapan rakaat, yang berarti pelaksanaan Shalat Tarawih dua puluh rakaat bukan karangan belaka ulama tempo dulu dan juga bukan ibadah tanpa dalil, dan sudah pasti bukan bid'ah. pada akhirnya, penulis ingin mengutip 'wejangan' dari Waled di Dayah kami, beliau berkata:
Bila pun malas atau tidak sanggup mengerjakan Shalat Tarawih sebanyak dua puluh rakaat, maka boleh mengerjakannya sebanyak rakaat yang sanggup, seperti delapan rakaat. Namun, tidak boleh meyakini bahwa tarawih itu delapan rakaat, maka bila diyakini demikian, sungguh tidak sah tarawihnya.
Demikian berbagai ulasan tentang jumlah Shalat Sunat Tarawih sebanyak dua puluh rakaat yang telah disepakati oleh ulama-ulama besar dan pemuka mazhab dalam Islam dari masa sahabat dulu sampai sekarang. Wallahua'alam
Sumber:
LBM MUDI Mesra Samalanga Bireun, Aceh
Syeikh as-Sayyid Muhammad Syata' ad-Dimyathi, I'anat at-Thalibin, (Semarang: Karya Toha Putra, t.th), h. 265.